Minggu, 08 November 2009

Bekal Perjalanan Panjang

. Minggu, 08 November 2009
0 komentar

Di dalam Bumi ini kita ibarat musafir yg sedang berteduh di bawah rerimbunan pohon dan suatu saat akan meninggalkan pohon itu, namun jalan yg kita lalui tak selamanya lurus kadang ada persimpangan yg sekilas tampak lebih indah oleh mata, sekilas tercium bau wangi dr arahnya, terdengar suara indah na merdu dr dalamnya sehingga membuat sebahagian kita ada yg melalui jalan itu, ada yg ragu dan ada pula yang tetap teguh dalam shirotol mustaqiem...jalan yang menuju ke syurga........

mengapa demikian...??? mengapa begitu berat menuju syurga Allah....padahal kita semua ingin masuk ke dalam syurgaNya......???

jawabanya adalah sabda Rosulullah Shollallahu 'Alaihi Wasallam yg artinya :

" Syurga telah disamarkan dg sesuatu yang dibenci sedangkan neraka telah disamarkan dg syahwat (yg disenangi oleh manusia).."

Dalam sebuah hadist dijelaskan ketika Allah menciptakan Syurga kemudian Allah perlihatkan kpd Jibriel, kemudian Jibrielpun berkomentar bahwa semua hamba Allah pasti mau memasukinya namun, setelah Allah samarkan dg sesuatu yg dibenci jibrielpun berkata " aku tidak yakin HambaMu mau memasukinya....." ya itulah kenyataannya kita kadang mengeluh dg sebagian hukum Allah yang katanya " itu gak boleh ini gak boleh.." padahal didalamnya terdapat hikmah yg begitu Agung sebagian ada yg kita tahu hikmahnya dan sebagian hanya Allah yg tahu. ya....inilah jalan yg harus kita tempuh jalan yg penuh dg semak belukar, duri dan binatang buas yg siap menerkam kita sehingga kita harus benar-benar siap untuk melewatinya dan tentunya dg bekal yg memadai....

kita ambil contoh simple saja jika seseorang ingin ke puncak gunung yg belum pernah ia daki sebelumnya, sedangkan gunung itu selalu bekabut dan ia tak tau jalannya sama sekali.. maka bekal apa saja yg dia butuhkan......??? pastinya dia butuh sebuah peta yg menerangkan rute perjalanannya, nah..!! jadikanlah petamu Al Qu'an dan Assunnah untuk menuju Syurga Allah agar kau tak tersesat. Rasulullah Saw bersabda :

" aku telah tinggalkan pada kalian dua perkara (Al Qur'an dan Assunnah) yg apabila kalian berpegang teguh kepada keduanya maka kalian tidak akan tersesat untuk selamanya".

apakah peta saja cukup....??

tentu saja tidak... ia juga butuh penjelasan dr seseorang yg sudah naik-turun gunung itu berkali-kali dg selamat, menjelaskan untuknya apa-apa yg masi rancu atau yg belum ia mengerti dr peta itu. nah..!!! jadikanlah posisi ini untuk para Sahabat Nabi orang-orang yg dipilih Allah untuk menjadi sahabatnya, orang-orang yg langsung dididik oleh Nabi, orang-orang yg langsung dipuji oleh Allah sebagai khoiru Al Ummah (sebaik-baiknya umat), kemudian setelah mereka adalah para Tabi'in dan org-org yang mengikuti jejak mereka dr Salafu As Sholih (orang-orang soleh)....mereka itulah orang-orang yg mendapatkan gelar khoiru Al Quruun (generasi terbaik). wallahu a'lam.

apakah itu sudah cukup......???

tentu saja tidak...ia juga harus berbekal makanan dan minuman secukupnya untuk mengembalikan staminanya yg terkuras.....nah....!!! kita jadikan Taqwa yg mengambil posisi ini karena taqwa adalah bekal terbaik...sebagaimana firman Allah di surat Al Baqoroh Ayat 197 ﭽ ﭩyg artinya :

" berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa…dan bertaqwalah kepadaku hai orang-orng yg berakal……"

karena dengan taqwa kita bisa membentengi diri kita dari hawa nafsu ataupun bisikan setan, dan dg taqwa kita bisa menerangi jalan menuju syurga yang samar itu, lagi pula Allah telah menjanjikan Syurga bg hamba-hambanya yg bertaqwa Allah berfirman dalam surat An Naba' ayat 31-32 yg artinya :

" Sesungguhnya orang-orang yg bertaqwa mendapat kemenangan, 32. (yaitu) kebun-kebun dan buah Anggur,…………."

Dan Allah Berfirman dlm surat Adz Dzariyaat ayat 15-19 yg artinya :


" 15. Sesungguhnya orang-orang bertaqwa berada di dalam taman-taman (syurga) dan di mata air- mata air, 16. Sambil mengambil (mendapatkan) apa-apa yg diberikan kpd mereka oleh Tuhan mereka, sesungguhnya sebelum itu mereka di Dunia adalah orang-orang yg berbuat baik. 17. Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. 18. Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kpd Allah). 19. Dan di dlm harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yg meminta dan orang miskin yg tdk mendapat bagian (tidak meminta)."

Dan Allah berfirman dlm surat Ath Thur ayat 17-19 yg artinya :

" 17. Sesungguhnya orang-orang yg beraqwa berada dalam syurga dan kenikmatan, 18. Mereka bersuka ria dg apa yg diberikan kpd mereka oleh Tuhan mereka dan Tuhan mereka memelihara mereka dr adzab Neraka, 19. (dikatakan kpd mereka) makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dr apa yg telah kamu kerjakan….".

Apakah itu saja sudah cukup………??

Tentu saja tidak…ia juga butuh seorang teman dalam perjalanannya yang akan membantunya apa bila ia tergelincir dan hendak jatuh kedalam jurang, yg kan membantunya apa bila ada binatang buas yg hendak memangsanya atau sekedar teman ngobrol pada waktu-waktu istirahat…….nah…!! posisi ini paling tepat diberikan kepada sahabat yg sholih sekaligus mushlih, artinya dia baik dan juga bisa memperbaiki orang lain yaitu dengan menasehatinya ketika ia hendak keluar dr batasan-batasan Allah, menghiburnya ketika sedih dan sebagainya. karena seseorang cenderung mengikuti atau terpengaruh oleh ahlak temannya seperti kata seseorang :

" sesungguhnya teman itu adalah org yg akan menarikmu (bisa jd ke sesuatu yg baik bisa jd kesesuatu yg buruk) "

maka hati-hatilah dalam memilih teman…!! Rosulullah Sollallahu Alaihi wa Sallam dalam hadistnya menjelaskan dengan permisalan 2 tipe teman yaitu teman yang baik seperti penjual minyak wangi dimana kita bisa mendapatkan minyak wangi darinya atau paling tidak kita akan selalu mencium bau wangi bila berada di dekatnya, adapun teman yg buruk seperti seorang pandai besi dimana kita bisa kecipratan api (terbakar) bila berada di dekatnya atau paling tidak kita akan mencium polusi dari asap yg berasal darinya.

Apakah itu saja sudah cukup….??

Ya…..semoga ini sudah cukup wallahu a'lam…….dan semoga bermamfaat……
Jangan lupa doanya ya….!!!!


Klik disini untuk melanjutkan »»

Al Firqoh An Najiyah Dan Karakteristiknya

.
0 komentar

Rosulullah pernah menyebutkan dalam hadistnya bahwa umat ini akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan semuanya berada di dalam neraka kecuali satu yaitu siapa saja yg berada di atas apa yang Nabi dan para sahabatnya berada....nah golongan inilah yang sering di sebut sebagai golongan yang selamat atau Al Firqoh An Najiyah......
Al Firqoh An Najiyah adalah alussunnah wal jama'ah., mereka disebut ahlussunnah karena mereka berpegang teguh kepada As Sunnah, sedangkan mereka dikatakan ahlul jama'ah karena mereka berkumpul atau bersatu di atasnya.

sejarah munculnya istilah Ahlussunnah:

istilah ini muncul ketika umat sudah terpecah belah pada permulaan abad ke 2, karena manusia sebelum itu masih berpegang teguh pada As Sunnah, setelah itu muncullah pemikiran, faham dan golongan-golongan sesat sehingga mengharuskan adanya pembedaan antara Ahlussunnah dan Ahlul bida'ah untuk menjaga Agama, Riwayat, dan Aqidah umat.


karakteristik:

kita sering mendengar kata Al Firqoh An Najiyah namun, mungkin hanya sebagian kita yang tahu sifat atau karakteristik golongan yang selamat itu. kita mesti mengetahui karakter-karakter apa saja yang dimiliki oleh golongan ini agar kita tidak mudah tertipu oleh golongan-golongan sesat yang mengaku dirinya Ahlu As Sunnah wa Al Jama'ah dan agar kita bisa mengamalkannya sehingga kita bisa termasuk dalam golongan itu biidznillah...
Oleh sebab itulah pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan sebuah fatwa salah seorang Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada masa kini yaitu Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah sebagai pelajaran dan koreksi bagi kita semua. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk menggapai apa yang dicintai dan diridhai-Nya.

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apakah karakteristik paling menonjol dari Golongan Yang Selamat (Al Firqah An Najiyah)? Dan apakah adanya kekurangan (yang ada pada diri seseorang) dalam salah satu di antara karakter ini lantas mengeluarkan orang tersebut dari Golongan Yang Selamat?”

Jawaban:

Beliau rahimahullah menjawab, “Karakter paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat adalah berpegang teguh dengan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hal akidah (keyakinan), ibadah (ritual), akhlak (budi pekerti), dan mu’amalah (interaksi sesama manusia). Dalam keempat perkara inilah anda dapatkan Golongan Yang Selamat sangat tampak menonjol ciri mereka:

Adapun dalam hal akidah: Anda bisa jumpai mereka senantiasa berpegang teguh dengan keterangan dalil Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu meyakini tauhid yang murni dalam hal Uluhiyah Allah, Rububiyah-Nya serta Nama-Nama dan Sifat-Sifat-Nya.

Adapun dalam hal ibadah: Anda jumpai golongan ini tampak istimewa karena sikap mereka yang begitu berpegang teguh dan berusaha keras menerapkan ajaran-ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menunaikan ibadah, yang meliputi jenis-jenisnya, cara-caranya, ukuran-ukurannya, waktu-waktunya dan sebab-sebabnya. Sehingga anda tidak akan menjumpai adanya perbuatan menciptakan kebid’ahan dalam agama Allah di antara mereka. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat beradab terhadap Allah dan Rasul-Nya, mereka tidak mendahului Allah dan Rasul-Nya dengan menyusupkan suatu bentuk ibadah yang tidak diijinkan oleh Allah.

Sedangkan dalam hal akhlak: Anda pun bisa menjumpai ciri mereka juga seperti itu. Mereka tampil istimewa dibandingkan selain mereka dengan akhlak yang mulia, seperti contohnya: mencintai kebaikan bagi umat Islam, sikap lapang dada, bermuka ramah, berbicara baik dan pemurah, pemberani dan sifat-sifat lain yang termasuk bagian dari kemuliaan akhlak dan keluhurannya.

Dan dalam hal mu’amalah: Anda bisa jumpai mereka menjalin hubungan dengan sesama manusia dengan sifat jujur dan suka menerangkan kebenaran. Dua sifat inilah yang diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sabdanya, “Penjual dan pembeli mempunyai hak pilih selama keduanya belum berpisah. Apabila mereka berdua bersikap jujur dan menerangkan apa adanya niscaya akan diberkahi jual beli mereka. Dan apabila mereka berdusta dan menyembunyikan (cacat barangnya) maka akan dicabut barakah jual beli mereka berdua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Adanya kekurangan pada sebagian karakter ini tidak lantas mengeluarkan individu tersebut dari keberadaannya sebagai bagian dari Golongan Yang Selamat, namun setiap tingkatan orang akan mendapatkan balasan sesuai amal yang mereka perbuat. Sedangkan kekurangan dalam sisi tauhid terkadang bisa mengeluarkan dirinya dari Golongan Yang Selamat, seperti contohnya hilangnya keikhlasan. Demikian pula dalam masalah bid’ah, terkadang dengan sebab bid’ah-bid’ah yang diperbuatnya membuatnya keluar dari keberadaannya sebagai bagian dari Golongan Yang Selamat.

Adapun dalam masalah akhlak dan mu’amalah maka tidaklah seseorang dikeluarkan dari Golongan Yang Selamat ini semata-mata karena kekurangan dirinya dalam dua masalah ini, meskipun hal itu menyebabkan kedudukannya menjadi turun.

Kita perlu untuk memperinci permasalahan akhlak karena salah satu faidah dari akhlak ialah terwujudnya kesatuan kata dan bersatu padu di atas kebenaran yang diperintahkan Allah ta’ala kepada kita di dalam firman-Nya (yang artinya), “Allah mensyari’atkan kepada kalian ajaran agama yang juga diwasiatkan kepada Nuh dan yang Kami wasiatkan kepadamu dan Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu agar kalian tegakkan agama dan janganlah berpecah belah di dalamnya.” (QS. Asy Syura: 13)

Dan Allah memberitakan bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam lepas tanggung jawab dari perbuatan orang-orang yang memecah belah agama mereka sehingga mereka menjadi bergolong-golongan. Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka maka tidak ada tanggung jawabmu atas mereka.” (QS. Al An’am: 159). Sehingga kesatuan kata dan keterikatan hati merupakan salah satu karakter paling menonjol yang dimiliki oleh Golongan Yang Selamat -Ahlus Sunnah wal Jama’ah- Oleh sebab itu apabila muncul perselisihan di antara mereka yang bersumber dari ijtihad dalam berbagai perkara ijtihadiyah maka hal itu tidaklah membangkitkan rasa dengki, permusuhan ataupun kebencian di antara mereka. Akan tetapi mereka meyakini bahwasanya mereka adalah bersaudara meskipun terjadi perselisihan ini di antara mereka. Sampai-sampai salah seorang di antara mereka mau shalat di belakang imam yang menurutnya dalam status tidak wudhu sementara si imam berpendapat bahwa dirinya masih punya status wudhu.

Atau contoh lainnya adalah orang yang tetap mau shalat bermakmum kepada imam yang baru saja memakan daging onta. Si imam berpendapat bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu. Sedangkan si makmum berpendapat bahwa hal itu membatalkan wudhu. Namun dia tetap berkeyakinan bahwa shalat bermakmum kepada imam tersebut adalah sah. Walaupun seandainya jika dia sendiri yang shalat maka dia menilai shalatnya dalam keadaan seperti itu tidak sah. Ini semua bisa terwujud karena mereka memandang bahwa perselisihan yang bersumber dari ijtihad dalam persoalan yang diijinkan untuk ijtihad pada hakikatnya bukanlah perselisihan. Alasannya adalah karena masing-masing individu dari dua orang yang berbeda pendapat ini sudah berusaha mengikuti dalil yang harus diikuti olehnya dan dia tidak boleh untuk meninggalkannya. Oleh sebab itu, apabila mereka melihat saudaranya berbeda pendapat dengannya dalam suatu perbuatan karena mengikuti tuntutan dalil maka sebenarnya saudaranya itu telah sepakat dengan mereka, karena mereka mengajak untuk mengikuti dalil dimanapun adanya. Sehingga apabila dengan menyelisihi mereka itu menjadikan dirinya sesuai dengan dalil yang ada (dalam pandangannya), maka pada hakikatnya dia telah bersepakat dengan mereka, karena dia sudah meniti jalan yang mereka serukan dan tunjukkan yaitu keharusan untuk berhukum dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dan terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah-masalah seperti ini di kalangan para sahabat tidaklah tersembunyi di kalangan banyak ulama, bahkan sudah ada juga di jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ternyata tidak ada seorangpun di antara mereka yang bersikap keras kepada yang lainnya. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari perang Ahzab dan Jibril datang kepada beliau menyuruh beliau agar memberangkatkan para sahabat ke Bani Quraizhah yang telah membatalkan perjanjian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berpesan kepada para sahabatnya, “Janganlah kalian shalat ‘Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” (HR. Bukhari dan Muslim), maka mereka berangkat dari Madinah menuju Bani Quraizhah namun di tengah perjalanan mereka waktu shalat ‘Ashar sudah hampir habis. Di antara mereka ada yang mengakhirkan shalat ‘Ashar sampai tiba di Bani Quraizhah sesudah keluar waktu. Mereka beralasan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Janganlah kalian shalat ‘Ashar kecuali di Bani Quraizhah.” Dan ada juga di antara mereka yang mengerjakan shalat pada waktunya. Mereka ini mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah perintah agar mereka bersegera berangkat ke sana dan bukan bermaksud agar kita mengakhirkan shalat di luar waktunya -dan mereka inilah yang benar- akan tetapi meskipun demikian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bersikap keras terhadap salah satu di antara kedua kelompok tersebut. Dan hal itu tidaklah membuat mereka memusuhi dan membenci shahabat lain semata-mata karena perbedaan mereka dalam memahami dalil ini.

Oleh sebab itulah saya berpandangan bahwa menjadi kewajiban kaum muslimin yang menisbatkan dirinya kepada Sunnah supaya menjadi umat yang bersatu padu dan janganlah terjadi tahazzub (tindakan bergolong-golongan). Yang ini membela suatu kelompok, sedangkan yang lain membela kelompok lainnya, dan pihak ketiga membela kelompok ketiga dan seterusnya, yang mengakibatkan mereka saling bergontok-gontokan dan melontarkan ucapan-ucapan yang menyakitkan, saling memusuhi dan membenci gara-gara perselisihan dalam masalah-masalah yang diperbolehkan untuk berijtihad di dalamnya. Dan saya tidak perlu untuk menyebutkan tiap-tiap kelompok itu secara detail, akan tetapi orang yang berakal pasti bisa memahami dan memetik kejelasan perkaranya.

Saya juga berpandangan bahwasanya Ahlus Sunnah wal Jama’ah wajib untuk bersatu, bahkan meskipun mereka berbeda pendapat dalam hal-hal yang mereka perselisihkan, selama hal itu memang dibangun berdasarkan dalil-dalil menurut pemahaman yang mereka capai. Karena hal ini (perbedaan pendapat dalam masalah ijtihadiyah, red) sesungguhnya adalah perkara yang lapang, dan segala puji hanya bagi Allah. Maka yang terpenting adalah terwujudnya keterikatan hati dan kesatuan kalimat (di antara sesama Ahlus Sunnah, red). Dan tidaklah perlu diragukan bahwasanya musuh-musuh umat Islam sangat senang apabila di antara umat Islam saling berpecah belah, entah mereka itu musuh yang terang-terangan maupun musuh yang secara lahiriyah menampakkan pembelaan terhadap kaum muslimin atau mengaku loyal kepada agama Islam padahal sebenarnya mereka tidak demikian. Maka wajib bagi kita untuk menonjolkan karakter istimewa ini, sebuah karakter yang menjadi ciri keistimewaan kelompok yang selamat; yaitu bersepakat di atas satu kalimat.” (Fatawa Arkanul Islam, Daruts Tsuraya, hal. 22-26)

Demikianlah fatwa seorang alim yang sudah sama-sama kita akui kedalaman ilmu dan ketakwaannya. Duhai, alangkah jauhnya sifat-sifat kita dengan sifat-sifat elok yang beliau gambarkan… Kalau saja masing-masing dari kita bisa menerapkan dengan baik isi nasihat beliau di atas maka niscaya tidak akan terjadi baku hantam di antara sesama Ahlus Sunnah. Sebagaimana para sahabat radhiyallahu ta’ala ‘anhum bisa bersikap arif tatkala menyaksikan saudaranya menyelisihi dirinya demi mengikuti tuntutan dalil yang sampai kepada mereka. Selain itu umat Islam di negeri ini tentu akan lebih merasa gembira dan tenang dalam menerima dakwah, karena mereka bisa menyaksikan sosok-sosok da’i yang pandai menyikapi keadaan, tidak grusah-grusuh dan terlalu cepat mengambil tindakan tanpa kenal perhitungan. Apa salahnya jika kebenaran itu berada di pihak lain di luar kelompok kita? Apa salahnya jika yang menyampaikan kebenaran itu bukan ustadz kita? Bukankah hikmah itu adalah barangnya orang beriman yang hilang? Apakah semata-mata karena kebenaran itu datang dari selain kelompok kita lantas kebenaran itu boleh kita tolak. Lalu apakah bedanya kita dengan orang-orang yang taklid buta dan mengagung-agungkan kyai-kyainya? Renungkanlah saudaraku… Terkadang musuh yang cerdas itu jauh lebih bermanfaat bagi kita daripada teman-teman yang bungkam dari ketergelinciran kita.

Bagaimana bisa kita menyerukan umat Islam untuk kembali bersatu di atas pangkuan manhaj Salaf sementara kita sendiri justru memporakporandakan persatuan itu dengan menerkam saudara-saudara kita sesama Ahlus Sunnah dengan dalih menyelamatkan umat dan membantah Ahlul bida’ wal ahwa’? Sedangkan para ulama mewasiatkan kepada kita untuk memperbaiki akhlak demi terjalinnya persatuan dan keterkaitan hati. Adakah yang mau mengambil pelajaran? Hamba memohon kepada-Mu ya Allah, bukakanlah hati-hati kami untuk menerima kebenaran. Engkau lah Yang Maha tahu kekurangan dan dosa-dosa kami. Kami mengakuinya dan kami mohon ampunan kepada-Mu, ya Rabbi. Kembalikanlah persatuan dakwah yang mulia ini di atas kebenaran dan bimbingan para ulama yang Rabbani. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa dan Maha Mengabulkan do’a. Semoga shalawat dan keselamatan senantiasa terlimpah kepada panutan kita Nabi Muhammad, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikut mereka kaum Salafiyin yang ada di sepanjang masa hingga tegaknya hari kiamat. Dan akhirnya segala puji bagi Allah Rabb seru sekalian alam.

Klik disini untuk melanjutkan »»
 
Namablogkamu is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com | Power by blogtemplate4u.com